Jumat, 27 Juli 2012

BENARKAH SEPAKBOLA INDONESIA SUDAH PROFESIONAL



BENARKAH SEPAKBOLA INDONESIA SUDAH PROFESIONAL?
Oleh : M. Achwani
Kalangan sepakbola di Indonesia sering menyebut-nyebut bahwa kita sedang menuju sepakbola profesional seperti di Eropa, padahal kita sebenarnya belum menuju arah itu tapi baru sebatas angan-angan di mulut saja. Hebatnya mengaku bahwa sepakbola kita sudah profesional, berakibat pemerintah percaya bahwa sepakbola kita sudah profesional sehingga larangan menggunakan APBD dikeluarkan tanpa dicarikan jalan keluar untuk sumber penggantinya.
Sebenarnya masih jauh asap dari panggang, atau belum ada satupun Klub Sepakbola (LSI, LPI, Divisi Utama) yang menamakan diri atau diberi label  Konfederasi Sepakbola Asia (AFC), sudah benar-benar Klub Profesional, yang ada baru profesional diatas kertas.
Kenapa bisa sampai demikian? karena Pengurus Klub yang bersangkutan mengisi status Klubnya pada kolom yang tersedia pada formulir yang disediakan AFC, yaitu menuliskan profesional, untuk mendapatkan Lisensi sebagai Klub Profesional, tidak lebih dari itu.
Kalaupun ada yang sudah profesional itu mungkin baru Pemain dan Pelatihnya, karena mereka menerima pendapatan dan terikat sebuah ikatan kerja (kontrak) jadi  bisa berstatus profesional. Walau kalau dilihat, sebenarnya banyak diantara mereka belum menunjukan sikap, perilaku dan kualitas profesional yang seharusnya dimiliki sesuai pendapatan yang mereka terima.
Oleh karena itu kenyataannya sepakbola kita sekarang tidak lebih maju prestasinya dibandingkan ketika para Pemain kita masih berstatus amatir ataupun non amatir. Kalaupun ingin disebut maju ya karena Pemain sekarang lebih besar pendapatan yang mereka terima, itu saja.
Diluar itu, orang-orang yang mengurus Klub berlabel profesional itu apakah statusnya sudah profesional? Jawabnya : belum!!! atau masih amatir alias relawan, lalu status Klubnya apakah benar profesional?  Jawabnya : juga belum!!!. Mereka ingin disebut Klub profesional karena ingin ikut kompetisi tingkat Asia, bila Klub mereka juara atau peringkat atas dari Strata atau Level kompetisi tertinggi di Negara kita, kemudian ditetapkan boleh ikut kompetisi di tingkat Asia.
Mengapa Klub kita belum benar-benar profesional? ya karena belum dikelola secara bisnis murni, pendapatannya baru dari satu sumber dan bukan dari perikatan bisnis (sebelum ini mengandalkan APBD). Sumber lainnya seperti hasil penjualan tiket pertandingan kandang, habis oleh beban pengeluaran besar, seperti mahalnya sewa Stadion dan biaya keamanan.  Apalagi bila ada kerusuhan, yang mengakibatkan pertandingan berikutnya dihukum tanpa penonton. Sehingga kalau diakumulasikan sekalipun dari jumlah keseluruhan pendapatan penjualan tiket dari semua pertandingan kandang setiap Klub, jumlahnya tidaklah besar.
Tidak banyak yang tahu, sebenarnya label profesional yang ditempelkan kepada Klub Profesional di Negara kita itu berkaitan dengan ambisi pengurus AFC yang memiliki moto “Asia is The Future,” atau sepakbola masa depan adalah Asia. Mereka ingin Klub-Klub di Negara Asia pada tahun 2013, kondisinya sudah mendekati seperti Klub-Klub Eropa dan prestasinyapun diharapkan bisa bersaing dengan mereka.   
Untuk memenuhi ambisinya AFC, maka semua Negara anggota FIFA di Asia, Kompetisi profesional strata tertingginya dibenahi AFC. Dan Klub pesertanya harus memenuhi lima peryaratan untuk dapat mengikuti kompetisi, yang terdiri dari  Legal, Finance, Infrastructure, Administration/Personil dan supporting.
Itulah cerita yang sebenarnya, akibatnya semua kalang kabut hanya untuk sekedar memenuhi peryaratan yang dipaksakan karena tenggat waktunya terbatas, yang seharusnya dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan sebenarnya bila ingin mencapai status Klub profesional.
Yang lebih memperihatinkan adalah saat ini ketika sumber APBD untuk sepakbola ditiadakan, Klub-Klub plat merah yang ingin disebut profesional tetap ikut Kompetisi sepakbola yang diperuntukannya. Tapi dengan ditiadakannya sumber APBD, sekarang sumber dananya menjadi tidak jelas darimana? Apakah dengan mengakali dari sumber sama seperti tahun sebelumnya (APBD tapi dimanipulasi?). Atau mendapat subsidi? Talangan? dari konglomerat mana? Bersamaan dengan munculnya ketidak jelasan sumber biaya, kompetisinyapun menjadi tidak jelas mau ikut kompetisi yang mana?
(abdiachwani@yahoo.com - 181211) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar