TRANSISI LEMAH SAAT PERTANDINGAN INDONESIA – MALAYSIA 0-2
Catatan : M. Achwani.
Pertandingan sepakbola semalam antara Indonesia dengan Malaysia (1/12) yang dimenangkan oleh Kesebelasan tuan rumah dengan angka 0-2, menunjukan bahwa strategi apapun yang ingin diterapkan harus memiliki keseimbangan dalam menyerang maupun bertahan dan diantara keduanya harus ada transisi otomatis sebagai perekat di tengahnya.
Indonesia semalam memperagakan permainan menyerang, begitu peluit Wasit berbunyi tanda dimulainya pertandingan, Pemain kita langsung menggebrak, Elie Aiboy dan Okto Maniani serta Andik yang masuk menggantikan Elie Aiboy membangun serangan dari sayap kanan maupun kiri, umpan panjang kedaerah gawang lawan banyak dilayangkan, namun sayangnya tidak dapat dimanfaatkan dengan baik oleh Pemain lainnya yang berada di depan gawang lawan, tembakan-tembakan kearah gawang yang dilakukan Syamsul Arifin atau Irfan Bachdim tidak ada yang menghasilkan gol.
Pemain Malaysia pada awalnya keteteran menghadapi permainan menyerang yang diperagakan Pemain Indonesia, daerah pertahanan merekapun sering terbuka ketika Pemain belakangnya tidak dapat menahan aksi Pemain Indonesia yang memanfaatkan lebar lapangan, umpan-umpan yang dilayangkan kearah gawangnya membuat koordinasi pertahanan mereka menjadi tidak jalan, untungnya tidak ada penyelesain yang baik dari Pemain lawannya, sehingga mereka sedikit-demi sedikit dapat membenahi pertahanannya.
Gol pertama maupun kedua yang bersarang di gawang Indonesia semua karena rapuhnya pertahanan Indonesia, mereka mudah diterobos karena posisi Pemain belakang kita tidak diantara gawang sendiri dan lawan yang memasuki daerah pertahanannya tetapi cenderung selalu disamping lawan (sejajar), dalam posisi tidak saling berhadapan saat Pemain lawan melakukan akselarasi kejantung pertahanan sendiri tentunya sulit untuk menahan serbuannya, sebab sama sekali tidak bisa melakukan intersep ataupun menghadang serangannya.
Selain itu lahirnya kedua gol ke gawang sendiri, saat itu Pemain kita terlalu asyik menyerang dan tidak cepat merubah formasi menjadi bertahan ketika kehilangan bola atau transisi lemah sehingga tidak berdaya saat mendapat serangan balik lawan yang dua diantaranya berhasil membobol gawang Indonesia.
Kekalahan kita itu sebuah kenyataan yang harus diterima dengan sportif, lawan malam tadi memang bisa menampilkan permainan seimbang antara menyerang dan bertahan melalui transisi yang benar, saat merubah formasi bertahan menjadi formasi menyerang saat ia berhasil merebut bola dari lawannya, atau saat kehilangan bola ia cepat merubah formasi menyerang menjadi bertahan.
Pertandingan semalam membukakan mata kita tentang perlunya para Pemain menguasai transisi yang benar dalam permainan sepakbola, menyerang dan bertahan harus dilakukan sama bagusnya atau seimbang, serta jangan lupa bila terjadi perubahan di lapangan permainan harus ada transisi yang benar. Misalnya jika kehilangan bola saat formasi menyerang sedang dibangun menjadi formasi bertahan, atau jika merebut bola dari lawan saat formasi pertahanan sedang digelar menjadi formasi menyerang, keduanya sekali lagi harus melalui transisi yang benar.
Melihat lemahnya transisi Pemain Nasional kita saat mendapat lawan sepadan seperti lawan Malaysia, yang berhasil menjinakan permainan kita tidak lagi sehebat ketika melawan Singapura, menyisakan PR untuk Pelatih Nil Maizar untuk membuat Pemain Nasional kita memiliki keseimbangan bermain saat menyerang maupun bertahan dengan transisi yang benar.
Dan bagi para Pembina sepakbola lainnya harus mengajarkan transisi sejak belajar, dari usia dini berlanjut di usia muda sampai dewasa menjadi Pemain Nasional, belajar transisi harus diberikan sama baiknya dengan belajar menyerang dan bertahan.
Terima kasih atas ulasannya. Mohon copas sebagai pembelajaran buat pembinaan usia muda. Tks.
BalasHapus